Langsung ke konten utama

TITIK TUMPU


Manusia tidak selalu berada dalam stabilitasnya
Mengingat, bahwa kerancuan selalu menggerogoti setiap keyakinan,
setiap pikiran, juga setiap kelakuan.

Sabar sebentar untuk terdiam
Berlari tak kan membuat seimbangmu utuh, layak dulu
Jangan jalan terpanting, cobalah berporos

Singgahlah, kopimu menunggu
Tetap jadilah tempat berpijakku
Layaknya kamu, aku tak bisa tanpa titik tumpu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku "Catatan Juang" - Fiersa Besari

Judul                            : Catatan Juang Penulis                          : Fiersa Besari Penyunting                    : Juliagar R.N. Penyunting Akhir         : Agus Wahadyo Desainer Cover             : Budi Setiawan Penata Letak                  : Didit Sasono Penerbit                                : Mediakita – Jakarta Selaatan                                         Cetaakan Pertama/2017. Halaman dan ISBN       : 306/978-979-794-549-7 Genre                             : Fiksi/Gaya bahasa santai mudah dibaca Harga                             : 74.800   Sinopsis Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya. Tertanda, Juang.   Review Buku Jika pada buku sebelumnya yakni Konspirasi Alam Semesta, Fiersa Besari menuliskan Sejarah Cinta Juang sang jurnalis yang pergi ke Indonesia Timur sekaligus sebagai pegiat alam, sembari menulisi Ana Tidae (anak sinden Shinta Aksara) surat. Di buku ini Fiersa menceritakan

Aku Yang Terlambat Denganmu

Hari begitu tega berlalu, hei! sapamu saja belum aku temui Seperti permainan umur 10ku "Hanya Lewat...." Melewatiku begitu saja, tanpa sejenak berhenti Tepatnya, kamu melewatkanku Sengaja ku pilih bisu, Seberapa tahan kamu memilih beku? Rasanya pasrah, kamu batu Namun, aku lebih dari itu Atau saja aku yang terlalu sibuk mendambamu Membuta tak ingin tahu kerangka berpikirmu Membisu, yang kulakukan dulu Sadarku tidak diwaktu yang tepat Berada dalam kenyataan sekarang Kamu berpijak pada pilihanmu Sudahlah, memang ini aku Yang terlambat denganmu Nana Krisdianti Sukoharjo, 01 November 2018

Prahara

  Sunyi dan gaduh saling berpacu Pada seluruh penjuru di penghujung waktu   Ibu, kita ditengah untaian duka Polemik hidup kini jadi prahara   Sesal apakah masih berguna? Kini air mata tiada lagi makna, kan   Sebutir nasi adalah hidup Satu ucap kata-pun hidup Seuntai doa jugalah hidup   Sayang… Semua dimaknai dengan hidup jika sedang dalam praahara