Langsung ke konten utama

Aku Yang Terlambat Denganmu


Hari begitu tega berlalu,
hei! sapamu saja belum aku temui

Seperti permainan umur 10ku
"Hanya Lewat...."
Melewatiku begitu saja, tanpa sejenak berhenti
Tepatnya, kamu melewatkanku

Sengaja ku pilih bisu,
Seberapa tahan kamu memilih beku?
Rasanya pasrah, kamu batu
Namun, aku lebih dari itu

Atau saja aku yang terlalu sibuk mendambamu
Membuta tak ingin tahu kerangka berpikirmu
Membisu, yang kulakukan dulu

Sadarku tidak diwaktu yang tepat
Berada dalam kenyataan sekarang
Kamu berpijak pada pilihanmu

Sudahlah, memang ini aku
Yang terlambat denganmu


Nana Krisdianti
Sukoharjo, 01 November 2018


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TITIK TUMPU

Manusia tidak selalu berada dalam stabilitasnya Mengingat, bahwa kerancuan selalu menggerogoti setiap keyakinan, setiap pikiran, juga setiap kelakuan. Sabar sebentar untuk terdiam Berlari tak kan membuat seimbangmu utuh, layak dulu Jangan jalan terpanting, cobalah berporos Singgahlah, kopimu menunggu Tetap jadilah tempat berpijakku Layaknya kamu, aku tak bisa tanpa titik tumpu.

Review Buku "Catatan Juang" - Fiersa Besari

Judul                            : Catatan Juang Penulis                          : Fiersa Besari Penyunting                    : Juliagar R.N. Penyunting Akhir         : Agus Wahadyo Desainer Cover             : Budi Setiawan Penata Letak                  : Didit Sasono Penerbit                                : Mediakita – Jakarta Selaatan                             ...

BUKAN SEBABKU

Se sederhana bunga sepatu. Kudamba, tanpa harus menunjukkan segala kebolehan yang ia punya. Anggun-elok-tegak-meliuk di pagar kayu yang hampir setengah windu itu. Kamu tenang, tapi sejujurnya kamu sendiri rapuh, bukan? Jiwa menanggung nestapa. Menjadi sebab layu bungamu sebelum mestinya. Kau tahu apa yang lebih indah dari bungaku ini?  Biar ku beri tahu, jelas dirimu, kan. Tidak, aku sedang serius seperti biasanya. Cukup jelas memang, berulangkali aku melewatkanmu senyum bahkan seringaimu. Sesekalinya aku dapat, selalu ada kebahagiaan menyelinap. Entah dari dirimu, teman, orang orang di sekelilingmu, ah atau bahkan pilihanmu? Yang jelas, aku memilih tidak tahu. Jarak adalah benteng terakhirku. Parasmu terkadang menjadi objek yang aku gerami, namun jelas  munafik jika aku bertutur sama sekali tak merindui. Terimakasih, Sudah tersenyum meskipun bukan sebabku.